"Tunggu, kamu tidak harus melakukan semua ini." ucapku pada sosoknya yang kian hilang ditelan bayang-bayang malam.
"Aku tahu, kalau kau perhatikan baik-baik, semua itu tak ada yang berarti indah. Terlebih untuk orang sepertimu." katanya dingin sambil menolehku.
Sudah. Aku tak mengejarnya lagi. Kucerna dulu setiap kata yang dia lontarkan padaku kala itu. Aku tak menemukan apapun. Semua begitu indah bagiku. Sebuket mawar, yang tak pernah kudapatan sebelumnya. Rasanya hatiku senang. Sungguhkah demikian? Kutanya lebih dalam dia yang di dalam sana.
Sebuket mawar yang dia berikan padaku memang indah. Sungguh indah. Jika tanpa melihatnya. Mawar hitam, meski masih segar dan wangi, tetap saja torehan warna hitamnya tak akan pudar. Duri yang mengintip di batangnya seolah menunggu jemariku menggenggamnya erat.
Pergi begitu saja, bukan karena sungguh merasa bersalah, namun karena hadirnya telah terwakilkan. Oleh mawar hitam itu.
Kalau dia suatu saat akan datang untuk melihatku terluka karena menunggunya sambil menggenggam mawar hitam itu, dapat dipastikan waktunya telah terbuang.
Karena mawar hitam ini akan kurawat, hingga durinya akan memenuhi halaman istanaku yang indah, hingga bahkan dia tak akan mampu melewati semua yang dia harapkan.
No comments:
Post a Comment