Sunday, July 25, 2010

Invisible Promises.

Tahukah kau, bahwa ketika menjalin hubungan dengan seseorang kita telah menjanjikan sesuatu pada orang itu.

Pertama kali melihatnya biasa saja. Kedua kali berinteraksi dan bertukar pikiran dengannya membuat kita nyaman. Ketiga kita hanya ingin menunjukkan betapa kita peduli akan dirinya. Keempat kita ingin dia tahu bahwa betapa tersentuh kita akan kehadirannya. Kelima, semua perlakuan yang kita tunjukkan, semua perhatian yang kita berikan, semua kata yang terucap, cerita indah yang menyenangkan, adalah janji. Janji tak terdengar yang akan menjadi jaminan dan akan selalu tertagih.

Banyak yang tak sadar akan hal itu. Sebulan pertama merasakan hidup penuh cinta, dengan kehadiran seseorang yang sangat berarti mengisi hari-hari kita. Waktu terus bergulir, kita pasti tak sadar bahwa ada saatnya kita tak melakukan hal-hal seindah itu lagi. Saat itulah kita merasa seolah kita diminta melakukan sesuatu dan menyadari bahwa kita telah lelah.

Berkilah, lari dari tanggung jawab, pergi dari komitmen, melupakan janji di hari-hari penuh warna dulu. Seolah merasa tertuntut. Merasa bahwa itu bukan diri kita. Dan ketika seseorang yang kita janjikan itu menuntut kita untuk terus melakukan hal dulu lagi, kita merasa diminta berubah. Padahal secara tak sadar kitalah yang dulu menjanjikan hal-hal indah itu pada dirinya. Kenapa ketika dia mengingatkan kita untuk tetap begitu namun kita merasa dia memaksa kita berubah?

Hal itu, karena kita tak berkomitmen. Dan kita harus sadar bahwa janji itu terlanggar.

Tak perlu mencari kesalahan, tak perlu membangkang, tak perlu lari dari perasaan menyesakkan itu. Meminta seseorang berubah demi kita, adalah sesuatu yang sangat mustahil. Yang bisa dilakukan hanyalah meminta orang itu jadi lebih baik lagi pada kita. Karena sesungguhnya ketika kita mengingatkan orang untuk menjadi lebih baik, bukan karena untuk kita, melainkan untuk hidupnya sendiri. Jangan pernah egois. Atau jangan pernah mengikuti egois dan nafsu sesaat.

Cinta yang penuh nafsu dan rahasia itu memang indah, tapi tak akan berakhir bahagia. Cinta yang tulus, memang tak memiliki nafsu menggebu-gebu yang menggairahkan detak jantung hari-hari kita, namun ketika kita sadar bahwa kita menggenggam tangan yang tepat, maka tak perlu khawatir lagi saat harus berpisah, walau hanya sesaat.

No comments:

Post a Comment