Hari
ini aku merasa sangat bahagia. Ribuan kata yang biasanya ingin aku keluarkan
tadi hilang entah ditelan apa. Rasanya tak bisa berkata apa-apa. Kata demi kata
kudengar dari mulutnya. Saat ia duduk di seberang sana mengutarakan maksudnya.
Bukan di hadapanku, melainkan di hadapan seluruh keluargaku. Aku tak berani
menengadahkan pandanganku.
Seketika
itu juga perasaanku bagai luruh. Namun bukan hilang begitu saja tak berbekas,
melainkan meninggalkan bekas baru pada perasaanku. Sesuatu yang rasanya begitu
indah dan pantas. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya akan begitu
indahnya. Sungguh akupun tak tahu apa yang telah mengalir dalam diriku saat
itu.
Bahkan
aku tak berani menatap matanya. Padahal biasanya aku bisa berlama-lama
menikmati indah wajah dan senyuman hangatnya. Saat itu aku merasa berdosa.
Betapa tidak sopannya perlakuanku padanya selama ini. Aku teringat pernah suatu
kali dia berkata, “Ngapain sih ngeliatin
gitu? Gak sopan tau!” ternyata inilah yang ia maksud. Aku langsung merasa
malu dan tak berani mengangkat wajahku.
Seharusnya
dari dulu aku lebih mampu menjaga pandanganku. Aku harus mampu mengendalikan
hasratku. Dia yang telah datang dalam hidupku tak semata-mata dengan tangan
kosong. Namun, Allah telah memutuskan kehadirannya dalam hidupku untuk membawa
suatu kebaikan.
Betapa
aku sangat menyadari bahwa dia telah datang menawarkan kebaikan padaku dengan
segala caranya sendiri. Entah ada yang aku lewatkan, aku abaikan atau aku
sadari. Dalam sekejap hari ini aku makin menyadari bahwa apa yang dia katakan
dari dulu adalah apa yang dia harapkan bagiku.
Aku
hanya bisa tertunduk penuh syukur. Terima kasih ya Allah. Atas izinMu, semua
hal baik ini terjadi. Dia mengkhitbahku.